GANTI REZIM GANTI SISTEM BANGUN PARTAI KELAS PEKERJA BANGUN SOSIALISME

Sabtu, 28 Agustus 2010

PENEMPATAN TENAGA KERJA DI DALAM NEGERI

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA
NOMOR KEP-203/MEN/1999 TAHUN 1999
TENTANG
PENEMPATAN TENAGA KERJA DI DALAM NEGERI

MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:
a. bahwa ketentuan-ketentuan mengenai penempatan tenaga kerja di dalam negeri sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per-02/Men/1994 tentang Penempatan Tenaga Kerja Di Dalam dan Ke Luar Negeri dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor Kep.44/Men/1994 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penempatan Tenaga Kerja Di Dalam dan Ke Luar Negeri sudah tidak sesuai lagi dengan keperluan dan keadaan pada saat ini, sehingga perlu disempurnakan;
b. bahwa untuk itu perlu ditetapkan dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia.

Mengingat:
1. Undang-undang Nomor 3 tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-undang Pengawasan Perburuhan Nomor 23 tahun 1948;
2. Undang-undang Nomor 14 tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja;
3. Undang-undang Nomor 7 tahun 1981 tentang Wajib Lapor Ketenagakerjaan di Perusahaan;
4. Keputusan Presiden RI Nomor 4 tahun 1980 tentang Wajib Lapor Lowongan Pekerjaan;
5. Keputusan Presiden RI Nomor 122/M tahun 1998 tentang Pembentukan Kabinet Reformasi Pembangunan;
6. Keputusan Presiden RI Nomor 44 tahun 1999 tentang Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan dan Bentuk Rancangan Undang-undang, Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Keputusan Presiden;
7. Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor Kep-28/Men/1994 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Tenaga Kerja.

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:
KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENEMPATAN TENAGA KERJA DI DALAM NEGERI

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Keputusan Menteri ini yang dimaksud dengan:
a. Tenaga Kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat;
b. Pelayanan penempatan tenaga kerja adalah kegiatan untuk mempertemukan tenaga kerja dengan pemberi kerja supaya tenaga kerja dapat memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya serta pemberi kerja memperoleh tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan;
c. Penempatan tenaga kerja di dalam negeri adalah kegiatan pengisian lowongan pekerjaan oleh pencari kerja di dalam wilayah Republik Indonesia baik penempatan langsung maupun melalui pelaksana pelayanan penempatan tenaga kerja;
d. Antar Kerja adalah suatu proses kegiatan penempatan tenaga kerja yang meliputi pelayanan informasi pasar kerja (IPK), pendaftaran pencari kerja, pendaftaran lowongan pekerjaan, bimbingan dan penyuluhan jabatan, penempatan, dan tindak lanjut penempatan;
e. Antar Kerja Lokal yang selanjutnya disebut AKL adalah antar kerja antar Kantor Departemen Tenaga Kerja dalam satu wilayah kerja Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja;
f. Antar Kerja Antar Daerah yang selanjutnya disebut AKAD adalah antar kerja antar Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja dalam wilayah Republik Indonesia;
g. Pencari kerja adalah angkatan kerja yang sedang menganggur dan mencari pekerjaan, maupun yang sudah bekerja tetapi ingin pindah atau alih pekerjaan yang dinyatakan dengan aktivitasnya mendaftarkan diri kepada pelaksana pelayanan penempatan tenaga kerja, atau melamar pekerjaan kepada pemberi kerja;
h. Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, badan sosial atau yayasan yang mempekerjakan tenaga kerja dengan memberi upah.
i. Pelaksana pelayanan penempatan tenaga kerja yang selanjutnya disebut Pelaksana adalah Departemen Tenaga Kerja atau lembaga swasta yang melaksanakan kegiatan antar kerja.
j. Informasi pasar kerja yang selanjutnya disebut IPK adalah informasi tentang persediaan tenaga kerja dan permintaan tenaga kerja serta informasi lain yang berkaitan dengan penempatan tenaga kerja.
k. Pengantar kerja adalah pegawai pelaksana pelayanan penempatan tenaga kerja yang mempunyai keahlian khusus untuk melakukan kegiatan antar kerja;
l. Penyuluhan jabatan adalah proses pemberian informasi tentang jabatan dan dunia kerja kepada pencari kerja dan masyarakat;
m. Bimbingan jabatan adalah kegiatan pemberian konsultasi kepada pencari kerja dan atau masyarakat yang memerlukan untuk memahami diri sendiri dan dunia kerja guna rnenyiapkan diri, memilih pekerjaan dan membina karier yang tepat, sesuai bakat, minat dan kemampuannya;
n. Surat persetujuan penempatan yang selanjutnya disebut SPP adalah surat persetujuan dalam rangka penempatan tenaga kerja AKAD;
o. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja;
p. Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.

Pasal 2
(1) Setiap penempatan tenaga kerja dilaksanakan berdasarkan asas terbuka, bebas, obyektif, adil, dan setara tanpa diskriminasi.
(2) Penempatan tenaga kerja diarahkan untuk menempatkan tenaga kerja pada jabatan yang tepat sesuai dengan keahlian, keterampilan, bakat, minat dan kemampuan dengan memperhatikan harkat, martabat, hak asasi dan perlindungan hukum.

Pasal 3
Setiap tenaga kerja mempunyai kesempatan yang sama dalam memilih dan mengisi lowongan pekerjaan dalam wilayah pasar kerja nasional.

Pasal 4
(1) Setiap pemberi kerja dan atau pelaksana dalam menempatkan tenaga kerja wajib memenuhi perlindungan yang mencakup kesejahteraan, keselamatan dan kesehatan baik mental maupun fisik tenaga kerja.
(2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 5
Pelayanan penempatan tenaga kerja dilakukan oleh Pelaksana melalui antar kerja.

BAB II
PENCARI KERJA

Pasal 6
(1) Setiap pencari kerja berhak memperoleh pelayanan yang sama untuk memperoleh pekerjaan.
(2) Pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pemberian informasi, pendaftaran, bimbingan dan penyuluhan jabatan, pelatihan untuk penempatan, serta tindak lanjut penempatan.
(3) Pencari kerja yang memerlukan pelayanan penempatan tenaga kerja harus mendaftarkan diri secara langsung kepada Pelaksana.
(4) Pencari kerja yang telah mendaftar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memperoleh tanda bukti pendaftaran dari pelaksana dengan menggunakan formulir bentuk AK/I terlampir.
(5) Pelaksana harus mengidentifikasi data pencari kerja dengan menggunakan formulir bentuk AK/II terlampir.

Pasal 7
(1) Pelaksana dalam melakukan pelayanan dilarang memungut biaya dari pencari kerja.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi pencari kerja dengan kategori tertentu.
(3) Pencari kerja dengan kategori tertentu sebagaimana pada ayat ditetapkan lebih lanjut oleh Direktur Jenderal.

Pasal 8
(1) Setiap pencari kerja mempunyai kesempatan yang sama untuk mengisi lowongan pekerjaan.
(2) Untuk mengisi lowongan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pencari kerja harus memenuhi kualifikasi persyaratan jabatan yang dibutuhkan.

Pasal 9
Kegiatan pendaftaran pencari kerja hanya dapat dilaksanakan oleh pengantar kerja.

Pasal 10
Pencari kerja dalam jangka waktu 6 (enam) bulan tidak melaporkan kepada Pelaksana, harus mendaftarkan kembali.

Pasal 11
Pencari kerja sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. usia minimal 15 (lima belas) tahun ;
b. dapat menunjukkan identitas diri seperti Akte Kelahiran atau, KTP, SIM, Ijasah dan lain-lain.

BAB III
PEMBERI KERJA

Pasal 12
Pemberi kerja dapat merekrut sendiri tenaga kerja yang diperlukan atau melalui Pelaksana.

Pasal 13
(1) Pemberi kerja yang merekrut tenaga kerja harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. mempunyai alamat dan atau nama penanggung jawab yang jelas;
b. memiliki rencana penempatan tenaga kerja bagi pemberi kerja bukan perseorangan yang merekrut tenaga kerja lebih dari 25 (dua puluh lima) orang.

Pasal 14
(1) Pemberi kerja bukan perseorangan harus menginformasikan setiap lowongan pekerjaan secara terbuka.
(2) Informasi lowongan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat:
a. nama jabatan;
b. jumlah jabatan;
c. jumlah tenaga kerja yang diperlukan pada setiap jabatan;
d. syarat jabatan;
e. batas waktu pemenuhan lowongan;
f. alamat pemberi kerja.

Pasal 15
Pemberi kerja atau pihak-pihak yang menginformasikan pekerjaan bertanggung jawab atas kebenaran informasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 ayat (2).

Pasal 16
(1) Pemberi kerja bukan perseorangan yang mempekerjakan tenaga kerja sekurang-kurangnya 25 (dua puluh lima) orang wajib memiliki rencana penggunaan tenaga kerja.
(2) Rencana pengguna tenaga kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat informasi tentang nama jabatan, jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan, syarat jabatan dan waktu pemenuhan lowongan.
(3) Menteri berhak memperoleh informasi mengenai rencana penggunaan tenaga kerja.
(4) Bentuk dan tata cara penyusunan rencana penggunaan tenaga kerja diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal.

Pasal 17
Pemberi kerja dilarang mengalihkan tenaga kerja yang telah direkrut kepada pemberi kerja lain, secara langsung maupun tidak langsung, tanpa persetujuan tenaga kerja yang bersangkutan.

BAB IV
PELAKSANA PELAYANAN PENEMPATAN TENAGA KERJA

Pasal 18
Pelaksana pelayanan penempatan tenaga kerja terdiri dari:
a. Departemen Tenaga Kerja;
b. Lembaga Pelayanan Penempatan Swasta (LPPS).

Pasal 19
(1) Lembaga pelayanan penempatan swasta (LPPS) wajib memiliki Surat Ijin Usaha Penempatan (SIUP).
(2) Untuk memperoleh SIUP, LPPS harus memenuhi persyaratan :
a. berbadan hukum Indonesia;
b. memiliki deposito atas nama Dirjen Binapenta pada Bank sebesar Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah)sebagai jaminan bagi LPPS yang melaksanakan kegiatan penempatan AKAD;
c. mempunyai keterangan domisili dari pemerintah daerah setempat;
d. memiliki NPWP;
e. memiliki susunan pengurus organisasi.

Pasal 20
(1) SIUP bagi LPPS yang menyelenggarakan kegiatan AKAD diterbitkan oleh Direktur Jenderal atau pejabat yang ditunjuk.
(2) SIUP bagi LPPS yang menyelenggarakan kegiatan AKL diterbitkan oleh Kepala Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja setempat.

Pasal 21
(1) Untuk memperoleh SIUP-LPPS yang menyelenggarakan kegiatan AKAD sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 ayat (1), LPPS sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 huruf b mengajukan permohonan secara tertulis kepada Direktur Jenderal melalui Kepala Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja tempat tinggal pemohon.
(2) Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat di atas kertas bermaterai cukup serta dilampiri:
a. rencana kegiatan perusahaan;
b. foto copy akte pendirian badan hukum berbentuk PT atau koperasi;
c. foto copy surat pernyataan kesanggupan menyerahkan sertifikat deposito asli sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 ayat (2) huruf b;
d. foto copy surat keterangan domisili badan hukum;
e. foto copy bukti nomor pokok wajib pajak (NPWP);
f. bagan struktur organisasi badan hukum.
(3) Surat permohonan beserta lampiran-lampiran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat dalam 2 (dua) rangkap.

Pasal 22
(1) Kepala Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja, setelah menerima permohonan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21, dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja harus sudah selesai meneliti kelengkapan dan kebenaran persyaratan permohonan SIUP-LPPS.
(2) Dalam hal permohonan SIUP-LPPS dinilai telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja membuat rekomendasi kepada Menteri dalam hal ini Direktur Jenderal untuk menerbitkan SIUP-LPPS.
(3) Dalam hal persyaratan SIUP-LPPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak lengkap, Kepala Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja segera menyampaikan surat pemberitahuan kepada pemohon agar melengkapi persyaratan dalam waktu selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja sejak surat pemberitahuan tersebut diterima oleh pemohon.
(4) Dalam hal kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah dipenuhi, Kepala Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja melakukan tindak lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(5) Dalam hal kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dipenuhi, Kepala Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja dalam waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja harus memberikan surat penolakan disertai pengembalian berkas permohonan.
(6) Atas dasar rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Direktur Jenderal atau pejabat yang ditunjuk dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja, menerbitkan SIUP-LPPS.
(7) Pemohon dapat mengambil SIUP-LPPS melalui Kepala Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja setempat dengan menyerahkan sertifikat deposito asli.
(8) Kepala Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja menyimpan sertifikat deposito asli sebagaimana dimaksud pada ayat (7).

Pasal 23
(1) Deposito sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (2) huruf b, merupakan jaminan untuk menyelesaikan setiap permasalahan tenaga kerja yang menjadi tanggung jawab pelaksana penempatan tenaga kerja yang tidak diselesaikan oleh pemberi kerja.
(2) Deposito sebagai jaminan SIUP-LPPS berlaku untuk jangka waktu sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun dengan perpanjangan otomatis (roll over).

Pasal 24
(1) Deposito sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 ayat (1) hanya dapat dicairkan oleh Direktur Jenderal.
(2) Dalam hal SIUP-LPPS dicabut atau dibatalkan, maka sertifikat deposito asli diserahkan kembali kepada pemilik, dengan saldo akhir setelah diperhitungkan dengan pengeluaran-pengeluaran yang sah sesuai dengan peruntukan penyelesaian masalah tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 ayat (1).

Pasal 25
(1) Setiap terjadi perubahan kepengurusan dan atau alamat kantor, pemegang SIUP-LPPS harus melaporkan secara tertulis kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja setempat dengan tembusan kepada Direktur Jenderal.
(2) Laporan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilengkapi dengan bukti-bukti yang sah.

Pasal 26
(1) Untuk memperoleh SIUP-LPPS yang menyelenggarakan kegiatan AKL sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 ayat (2). LPPS sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 huruf b harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja setempat.
(2) Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat di atas kertas bermaterai cukup dan dilampiri:
a. rencana kegiatan perusahaan;
b. foto copy akte pendirian badan hukum;
c. foto copy surat keterangan domisili dari Instansi yang berwenang;
d. bukti Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
e. bagan struktur organisasi.

Pasa1 27
(1) Kepala Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja setelah menerima permohonan sebagaimana dimaksud dalam pasal 26, dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja harus selesai meneliti kelengkapan, dan kebenaran persyaratan permohonan SIUP-LPPS.
(2) Dalam hal pemohon SIUP-LPPS dinilai telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja menerbitkan SIUPLPPS.
(3) Dalam hal persyaratan permohonan SIUP-LPPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum lengkap, Kepala Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja menyampaikan surat pemberitahuan kepada pemohon agar melengkapi persyaratan dalam waktu selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja sejak surat pemberitahuan tersebut diterima oleh pemohon.
(4) Dalam hal kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dipenuhi, Kepala Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja dalam waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja harus memberitahukan surat penolakan disertai pengembalian berkas permohonan.

Pasal 28
SIUP-LPPS yang dikeluarkan untuk pelaksanaan penempatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 huruf b, berlaku sampai dengan adanya pembatalan atau pencabutan.

Pasal 29
Direktur Jenderal atas nama Menteri dapat mencabut SIUP-LPPS dalam hal:
a. LPPS tidak melakukan kegiatan penempatan tenaga kerja dalam waktu 12 (dua belas) bulan berturut-turut sejak menerima SIUP; atau
b. LPPS pernah mendapat sanksi administratif selama 3 (tiga) bulan sejak penghentian sementara untuk tidak melakukan kegiatan (skorsing); atau
c. LPPS memindahtangankan kewenangan perekrutan tenaga kerja kepada pihak lain.

Pasal 30
LPPS harus menyusun rencana penempatan tenaga kerja dan menyebarluaskan informasi pasar kerja kepada masyarakat.

Pasal 31
(1) Pelaksana sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 huruf b mempunyai hak untuk:
a. memperoleh jasa atas bunga deposito sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (2) huruf b;
b. mendapat biaya jasa penempatan dari pemberi kerja.
(2) Pelaksana sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 huruf b mempunyai kewajiban:
a. melaksanakan penempatan tenaga kerja;
b. melaporkan hasil penempatan tenaga kerja kepada Kantor Departemen Tenaga Kerja setempat;
c. menyimpan dan memelihara bank data tenaga kerja; .
d. memiliki petugas yang telah lulus pelatihan pengantar kerja yang diselenggarakan oleh Kantor Departemen Tenaga Kerja setempat.

Pasal 32
(1) Satuan pendidikan menengah, satuan pendidikan tinggi dan lembaga pelatihan dapat melaksanakan kegiatan antar kerja.
(2) Ketentuan lebih lanjut tentang pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Keputusan Direktur Jenderal.

Pasal 33
(1) Pelaksana pelayanan penempatan tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 huruf b, dapat melaksanakan sebagian kegiatan antar kerja.
(2) Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki ijin tertulis dari Direktur Jenderal atau pejabat yang ditunjuk.
(3) Ketentuan lebih lanjut tentang pelaksana penempatan tenaga kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Direktur Jenderal.

BAB V
PELAKSANAAN PENEMPATAN TENAGA KERJA

Pasal 34
Pelayanan penempatan tenaga kerja di dalam negeri terdiri dari:
a. Antar Kerja Antar Daerah;
b. Antar Kerja Lokal.

Pasal 35
(1) Setiap pemberi kerja atau pelaksana yang akan melaksanakan penempatan tenaga kerja melalui AKAD harus memiliki SPP.
(2) SPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh:
a. Kepala Kantor Departemen Tenaga Kerja penerima, untuk penempatan tenaga kerja dari satu atau lebih kabupaten dalam satu propinsi ke kabupaten penerima:
b. Kepala Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja, untuk penempatan tenaga kerja dari satu atau lebih kabupaten dalam satu propinsi ke lebih dari satu kabupaten di propinsi yang bersangkutan.
c. Direktur Jenderal, untuk penempatan tenaga kerja lebih dari satu propinsi.

Pasal 36
(1) Untuk mendapatkan SPP AKAD sebagaimana dimaksud dalam pasal 35 pemberi kerja harus mengajukan permohonan kepada pejabat yang menerbitkan SPP sesuai kewenangannya.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan formulir bentuk AK/IA sebagaimana Lampiran I dan dilengkapi dengan:
a. rencana kebutuhan tenaga kerja AKAD;
b. foto copy surat ijin usaha dari Instansi teknis pembina;
c. surat rekomendasi dari Kepala Daerah Tingkat II setempat penerima tenaga kerja AKAD;
d. rancangan perjanjian kerja yang sudah disahkan oleh Kepala Kantor Departemen Tenaga Kerja penerima tenaga kerja AKAD;
e. bukti surat permintaan kerja bagi perusahaan kontraktor atau pemborong.

Pasal 37
Untuk mendapatkan SPP, LPPS harus mengajukan permohonan yang dilengkapi dengan:
a. foto copy SIUP;
b. bukti adanya kontrak permintaan tenaga kerja dari pemberi kerja;
c. rencana kebutuhan tenaga kerja dengan menggunakan formulir bentuk AKAD-I terlampir;
d. rancangan perjanjian kerja yang sudah disahkan oleh Kepala Kantor Departemen Tenaga Kerja penerima tenaga kerja AKAD;
e. surat rekomendasi dari Kepala Daerah Tingkat II penerima tenaga kerja AKAD.

Pasal 38
(1) Kepala Kantor Departemen Tenaga Kerja penerima tenaga kerja sebelum mengesahkan rancangan perjanjian kerja harus meneliti tentang:
a. kemampuan pemberi kerja menyediakan fasilitas bagi tenaga kerja AKAD;
b. kelayakan rencana kebutuhan tenaga kerja;
c. isi rancangan perjanjian kerja sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(2) Fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sekurang-kurangnya meliputi:
a. perumahan yang layak;
b. penyediaan air bersih, penerangan, sarana hiburan, perlengkapan dan peralatan kerja, sarana ibadah, dan sarana olah raga.
(3) Isi perjanjian kerja harus memuat hak dan kewajiban tenaga kerja dan pemberi kerja, dengan mencantumkan besarnya upah sekurang-kurangnya sesuai UMR.

Pasal 39
(1) Masa berlakunya SPP paling lama 1 (satu) tahun sejak diterbitkan.
(2) SPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh dialihkan kepada pihak lain.

Pasal 40
Tenaga kerja yang akan mengikuti penempatan melalui AKAD harus memenuhi syarat:
a. usia minimal 18 (delapan belas) tahun;
b. memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP);
c. sehat mental dan fisik;
d. memenuhi kualifikasi sesuai dengan permintaan;
e. lulus test tertentu apabila dipersyaratkan.

Pasal 41
(1) Perjanjian kerja harus ditandatangani oleh pemberi kerja dengan tenaga kerja yang bersangkutan.
(2) Tenaga kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memahami isi perjanjian kerja sebelum menandatangani perjanjian kerja dan tidak boleh diwakilkan.

Pasal 42
(1) Dalam rangka penyediaan calon tenaga kerja AKAD, pemberi kerja atau Pelaksana mengajukan permohonan rekrut kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja daerah asal tenaga kerja dilampiri:
a. SPP AKAD;
b. rencana kebutuhan tenaga kerja;
c. jadual pemenuhan tenaga kerja;
d. naskah perjanjian kerja yang sudah diketahui oleh Kepala Kantor Departemen Tenaga Kerja penerima tenaga kerja AKAD dan ditandatangani oleh pemberi kerja;
e. surat tugas dari pimpinan pelaksana atau pemberi kerja kepada petugas pelaksana penempatan.
(2) LPPS bersama-sama Kantor Departemen Tenaga Kerja daerah asal melakukan penyuluhan kepada pencari kerja meliputi:
a. informasi pekerjaan;
b. penjelasan situasi dan kondisi tempat kerja;
c. penjelasan tentang hak dan kewajiban sesuai perjanjian kerja.
(3) LPPS dapat bersama-sama Kepala Kantor Departemen Tenaga Kerja daerah asal tenaga kerja melakukan pendaftaran dan seleksi calon tenaga kerja yang meliputi aspek:
a. administrasi;
b. kemampuan;
c. keterampilan;
d. kesehatan.
(4) Setiap calon tenaga kerja sebelum diberangkatkan harus diberikan orientasi para pemberangkatan oleh petugas pelaksana penempatan dan menandatangani perjanjian kerja yang diketahui oleh petugas Kantor Departemen Tenaga Kerja daerah asal.

Pasal 43
(1) Petugas pelaksana penempatan membuat dan menandatangani daftar nama tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam pasal 42 ayat (3) dengan menggunakan formulir bentuk AK/III terlampir dan diketahui oleh Kepala Kantor Departemen Tenaga Kerja daerah asal tenaga kerja.
(2) Daftar nama tenaga kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampirkan dalam Berita Acara Serah Terima tenaga kerja dari Kepala Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja daerah asal tenaga kerja kepada Pelaksana atau pemberi kerja.

Pasal 44
Dalam hal tenaga kerja yang akan diberangkatkan ke daerah penempatan harus menunggu lebih dari 6 (enam) jam pelaksana atau pemberi kerja harus menyediakan tempat penampungan sementara yang layak serta menyediakan makan dan minum yang cukup.

Pasal 45
(1) Pemberi kerja atau Pelaksana harus melaksanakan pemberangkatan tenaga kerja ke tempat tujuan dengan tertib dan aman dengan mempergunakan sarana angkutan penumpang.
(2) Pelaksana secepatnya harus memberitahu kepada pengguna tenaga kerja di daerah tujuan penempatan tenaga kerja tentang jadual keberangkatan, jumlah tenaga kerja, dan sarana angkutan yang digunakan.

Pasal 46
(1) Pemberi kerja setelah menerima pemberitahuan tentang rencana kedatangan tenaga kerja, harus menyiapkan penjemputan dan pengantaran sampai lokasi kerja.
(2) Pemberi kerja harus melaporkan kedatangan dan kepulangan tenaga kerja kepada Kepala Kantor Departemen Tenaga Kerja penerima tenaga kerja.

Pasal 47
(1) Pemberi kerja dapat memindahkan tenaga kerja ke daerah lain dalam lingkup perusahaannya dengan persetujuan tenaga kerja yang bersangkutan.
(2) Mutasi tenaga kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapat surat rekomendasi dari Kepala Kantor Departemen Tenaga Kerja penerima dengan menggunakan formulir bentuk AK/IV terlampir.

Pasal 48
(1) Perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam pasal 37 huruf d, berlaku untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun.
(2) Perjanjian kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang paling lama 1 (satu) tahun.
(3) Dalam hal perpanjangan perjanjian kerja tersebut pada ayat (2) lebih dari 1(satu) tahun, maka perjanjian kerja tersebut menjadi perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu.

Pasal 49
(1) Pemberi kerja wajib memulangkan tenaga kerja AKAD ke daerah asal, apabila:
a. perjanjian kerja telah berakhir atau tenaga kerja tersebut tidak diangkat sebagai tenaga tetap;
b. tenaga kerja sakit atau karena alasan lain yang sah, sehingga tidak bisa memenuhi perjanjian kerjanya.
(2) Alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam peraturan perundang-undangan.
(3) Biaya untuk kembali ke daerah asal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan kepada pemberi kerja.

Pasal 50
Ketentuan tersebut dalam pasal 49, dinyatakan gugur, apabila:
a. tenaga kerja bersedia untuk diangkat sebagai pegawai tetap, sebagaimana dimaksud dalam pasal 48;
b. meninggalkan tempat kerja lebih dari 30 (tiga puluh) hari berturut-turut, tanpa ijin dari pemberi kerja.

Pasal 51
Pemberi kerja harus menyampaikan laporan mengenai data tenaga kerja AKAD yang telah kembali ke daerah asal sebagaimana dimaksud dalam pasal 49 dan tenaga kerja AKAD yang menjadi tenaga kerja tetap sebagaimana dimaksud dalam pasal 48 kepada Kepala Kantor Departemen Tenaga Kerja setempat.

BAB VI
PENGAWASAN

Pasal 52
Pegawai pengawas ketenagakerjaan melakukan pengawasan terhadap ditaatinya peraturan ini sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB VII
SANKSI

Pasal 53
LPPS yang melanggar ketentuan dalam pasal 25, atau pasal 30, atau pasal 31 ayat (2), atau pasal 35 ayat (1), atau pasal 39 ayat (2), atau pasal 42 ayat (4), atau pasal 44, atau pasal 46 dikenakan sanksi administratif berupa peringatan secara tertulis.

Pasal 54
LPPS yang melanggar ketentuan dalam pasal 7 ayat (1) dikenakan sanksi administratif berupa penghentian sementara pelayanan penempatan tenaga kerja.

Pasal 55
LPPS yang dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 53 sebanyak 3 (tiga) kali dan tidak memenuhi kewajiban sebagaimana mestinya, dikenakan peningkatan sanksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 54.

Pasal 56
(1) Pemberi kerja yang melanggar ketentuan dalam pasal 13, atau pasal 14, atau pasal 16, atau pasal 35, atau pasal 43, atau pasal 44, atau pasal 46, atau pasal 47, atau pasal 49, atau pasal 51 dikenakan sanksi administratif berupa peringatan secara tertulis.
(2) Pemberi kerja yang melanggar ketentuan dalam pasal 17 dikenakan sanksi administratif berupa penghentian sementara untuk tidak melakukan kegiatan penempatan tenaga kerja.

BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 57
SIUP-PJTKI yang melakukan penempatan tenaga kerja di dalam negeri berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per-02/Men/1994 dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor Kep-44/Men/ 1994 masih tetap berlaku dengan syarat harus mengadakan penyesuaian dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri ini, selambat-lambatnya dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal penetapan berlakunya keputusan ini.

BAB IX
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 58
Dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri ini maka Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per-02/Men/1994 tentang Penempatan Tenaga Kerja Di Dalam dan Ke Luar Negeri, dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor Kep-44/Men/1994 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penempatan Tenaga Kerja Di Dalam dan Ke Luar Negeri, sejauh yang menyangkut penempatan TKI di dalam negeri dinyatakan tidak berlaku lagi.

Pasal 59
Permohonan SIUP-LPPS yang telah diajukan kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja setempat sebelum keputusan ini diberlakukan dan sedang dalam proses penilaian, tetap diproses berdasarkan ketentuan dalam Keputusan Menteri ini.

Pasal 60
Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar