GANTI REZIM GANTI SISTEM BANGUN PARTAI KELAS PEKERJA BANGUN SOSIALISME

Jumat, 03 September 2010

Fidel Castro Ruz, Berjuang demi Mempertahankan Kehidupan di Bumi[1]

Sumber: Jurnal Kiri, Volume 3, Oktober 2000
Penerbit: Neuron
Versi Online: Situs Indo-Marxist (http://come.to/indomarxist), Januari 2002


Yang mulya,
Para delegasi dan tamu-tamu yang terhormat,
Mungkin, setelah anda membuat dan mengadopsi resolusi yang demikian cerdiknya—sehubungan dengan perang ekonomi Amerika Serikat terhadap Kuba—tanpa kami minta, maka akan lebih baik bila kami mengatkan: saudara-saudaraku tersayang.

Memang, aku begitu terkesan dengan pidato-pidato yang telah kita dengar bersama pada hari ini. Selama berjam-jam, aku mencatat semua ide-ide pokok yang diungkapkan oleh para kepala negara dan pemerintahan, oleh para wakil presiden dan para pejabat tinggi lainnya dalam kesempatan ini.
Aku pernah menghadiri banyak pertemuan tingkat tinggi para kepala negara dan pemerintahan namun, tak seperti sebelumnya, aku kini melihat betapa besarnya kepercayaan diri dalam opini pimpinan-pimpinan negeri-negeri Dunia Ketiga. Hal tersebut menunjukkan dual hal.
Pertama: bakat, kejernihan berpikir, kemampuan untuk menjabarkan dan mengkomunikasikan ide-ide, serta akumulasi pengalaman pimpinan-pimpinan negeri kita selama 40 tahun—sejak kelahiran Gerakan Non-Blok, kemudian kelompok 77, yang perwakilannya banyak hadir di sini—telah menghasilkan kemerdekaan, dan kita banyak saling-dukung sebagai negara yang bebas dan sebagai gerakan pembebasan.
Kedua: kegilaan krisis yang dihadapi negeri-negeri kita—yang sedang berupaya untuk berkembang, yang ternyata malahan mengalami ketidakadilan dan diskriminasi.
Para peserta pertemuan ini telah melaporkan, satu demi satu, ketidakadilan dan malapetaka yang mewabah pada bangsa-bangsa kita dan, itu semua, merupakan bahan yang tak habis-habisnya yang menuntut kepedulian kita semua.
Setiap pembicara menyebutkan tentang tragedi hutang yang, dalam berbagai cara, menghambat segenap sumber daya kita untuk melaksanakan pembangunan sosial dan ekonomi.
Secara praktis, terdapat kesepakatan bulat (di kalangan peserta) bahwa manfaat globalisasi hanya dinikmati oleh 20% penduduk dunia saja, dengan mengorbankan kesejahteraan 80% penduduk lainnya, sehingga jurang antara negeri-negeri kaya dengan dunia yang tersingkirkan menjadi semakin dalam dan lebar.
Terdapat juga kesepakatan (bulat) pendekatan: bahwa PBB dan sistim keuangan internasional harus ditransformasikan.
Melalui satu atau lain cara, setiap delegasi mengungkapkan pandangan bahwa perdagangan yang tak seimbang dan tak adil telah menghancurkan penghasilan ekspor Dunia Ketiga karena terdapat hambatan tarif dan non-tarif dan, dengan demikian, mempersulit kita untuk mendapatkan penghasilan minimum yang dibutuhkan untuk membayar hutang serta melaksanakan pembangunan ekonomi dan sosial yang berkelanjutan.
Yang juga diterima secara bulat adalah keluhan bahwa perkembangan teknik dan ilmu-pengetahuan belakangan ini dimonopoli oleh kelompok-kelompok negeri-negeri maju (yang memperoleh keistimewaan), yang tetap tak bisa kita sentuh—mereka lah yang mengendalikan pusat-pusat penelitian, memegang hampir 100% hak paten, dan semakin lama semakin menghalangi akses kita untuk menguasai keterampilan dan teknologi. Sedikit sekali pimpinan-pimpinan negeri-negeri Selatan mempertimbangkan hal tersebut untuk mengingatkan kita tentang—sesuatu yang jarang disebutkan dalam manual kebijakan-kebijakan dan ekonomi neoliberal—: pencurian yang tak tahu malu terhadap pemikiran-pemikiran yang paling berkualitas dari negeri-negeri dunia Ketiga. Negeri-negeri Utara merampasnya karena negeri-negeri Selatan tak mampu menyediakan pusat-pusat penelitian yang cukup banyak, dan mereka menawarkan gaji yang lebih rendah untuk membayar pemikiran-pemikiran tersebut, bahkan tak mengeluarkan sesen pun untuk memberikan pelatihan pada mereka. Sebagai tambahan, banyak pemuda terkemuka negeri-negeri Dunia Ketiga, yang belajar di berbagai universitas negeri-negeri bekas penjajah dan maju, tak kembali ke negeri asalnya setelah mereka lulus.
Banyak pemimpin dunia kita ini menggunakan berbagai perhitungan dan statistik, yang luarbiasa banyaknya, untuk mengungkapkan keseluruhan akumulasi kewajiban-kewajiban keuangan, dan penghinaan brutal terhadap, lusinan negeri-negeri termiskin, padahal hanya sekitar empat negeri saja yang menjadi target pemulihan seadanya. Negeri-negeri Dunia Ketiga berteriak-teriak agar negeri-negeri maju mempertimbangkan pengurangan hutang seandainya tak bisa dihapuskan samasekali, yang dianggap sebagai keadilan dan persamaan bagi rakyat yang sudah berkali-kali membayar hutangnya selama berabad-abad yang lalu bahkan sampai sekarang.
Banyak kolega kita yang telah menyampaikan persoalan tentang kebutuhan untuk menetapkan kewajiban fiskal pada berbagai aktivitas guna membiayai pembangunan.
Kuba tetap mempertahankan—dan akan terus mempertahankannya—bahwa pajak 1% bagi semua operasi spekulatif akan mencukupi biaya pembangunan Dunia Ketiga. Tak peduli pada pendapat yang mengatakan bahwa hal tersebut tidak lah mungkin. Sumberdaya-sumberdaya teknik dan pengetahuan yang sekarang tersedia akan menyempurnakan kemungkinan tersebut.
Ketika seseorang mendengar beberapa partisipan dalam pertemuan ini menggambarkan bahwa masih terdapat milyaran orang yang menerima kurang dari $2, kurang dari $1 atau hanya beberapa sen saja untuk mempertahankan hidupnya, mugkin orang akan percaya bahwa planet kita ini kekuarangan atau tipis rasa kemanusiaannya. Tak seorang pun yang bisa membayangkan bahwa, setelah abad revolusi kebebasan, persamaan dan persaudaraan (liberty, equality, fraternity), lebih dari 200 tahun yang lalu, yakni abad percepatan industrialisasi yang diikuti oleh penemuan-penemuan dalam bidang komunikasi, lmu-pengetahuan dan produktivitas tenaga kerja—yang sedang mendekati ajalnya—kita malahan mendiskusikan tentang ratusan juta orang yang kelaparan, kekuarangan gizi, buta huruf, pengangguran dan penyakitan, belum lagi jumlah besar-besaran anak-anak yang sulit tumbuh (pendek-pendek) dan kekuarangan berat badan dalam masa pertumbuhannya, yang tak memiliki akses pada pendidikan dan perawatan kesehatan, atau yang terpaksa bekerja dalam kondisi kerja yang kejam dan berupah rendah, apalagi bila kita sebutkan tentang tingkat kematian bayi yang kadang-kadang 20 kali lebih tinggi ketimbang di bangsa-bangsa makmur. Itu lah hak-hak azasi manusia yang disediakan bagi kita.
Lekat dalam ingatan kita, sebagai sebuah simbol dari era kita, gambaran tentang 36 juta manusia di dunia yang terinfeksi AIDS, yang 26 juta di antarnya tinggal di benua Afrika, sebagaimana yang diindikasikan oleh Sekretaris Jenderal PBB; perawatan medis bagi mereka membutuhkan $10.000 per orang per tahun. Dan, dalam 12 bulan ke depan, enam juta manusia lainnya akan terinfeksi, sehingga akan memberikan tambahan jumlah yang mengerikan.
Mengapa semua itu terjadi? Berapa lama semuanya akan berlalu?
Melalui berbagai cara, secara praktis setiap orang yang hadir di sini telah mengungkapkan harapannya pada pertemuan tingkat tinggi para kepala negara dan para kepala pemerintahan ini.
Tak pernah terjadi sebelumnya, aku melihat keprihatinan dan kesadaran seperti itu. Dan mari lah kita semuanya sadar akan kekuatan kita bila kita bergabung, sebagaimana kita pun sadar akan kecupetan dan penderitaan yang kita alami.
Mungkin, di masa yang akan datang, orang akan berbicara dalam kerangka sebelum atau sesudah Pertemuan Tingkat Tinggi Negeri-negeri Selatan ini. Terserah, semuanya tergantung pada kita apakah mau mewujudkannya.
Orang biasanya berbicara tentang apartheid[2] di Afrika. Sekarang ini, yang harus kita bicarakan adalah tentang apartheid di seluruh dunia—lebih dari empat milyar manusia dicabut sebagian besar hak-hak dasarnya sebagai manusia: hak untuk hidup, hak untuk memperoleh perawatan kesehatan, hak untuk untuk mengenyam pendidikan, hak untuk menikmati air bersih, hak untuk mendapatkan makanan, perumahan, pekerjaan, harapan bagi masa depannya beserta anak-anak mereka.
Dengan tingkat yang sedang kita jalani, di masa yang akan datang kita akan kehilangan bahkan udara yang kita hirup ini, semakin teracuni limbah masyarakat konsumen, yang semakin mencemari unsur-unsur yang sangat berguna bagi kehidupan dan semakin menghancurkan habitat manusia. Keruskan alam, sebagaimana yang terjadi di Amerika Tengah, Venezuela, MozambiƧue dan berbagai negeri lainnya—hampir semua negeri Dunia Ketiga—dan dalam jangka watu kurang dari 18 bulan, benar-benar mengagetkan dan belum pernah terjadi sebelum abad ke-20 ini. Semua itu telah menelan korban ribuan jiwa. Itu lah konsekwensi perubahan iklim dan perusakan alam, yang tanggung jawabnya tidak bisa ditimpakan pada kita semua yang hadir di sini, yang bukan saja sedang berjuang demi standar-standar universal keadilan, tapi juga sedang menyelamatkan hidup kita di planet ini.
Dunia negeri-negeri makmur, yang seakan-akan acuh-tak-acuh pada perbudakan, kolonialisme, penghisapan brutal dan perampokan pada negeri-negeri kita (sebagai subyeknya) selama berabad-abad, merupakan penyebab dari keterbelakangan dan kemiskinan yang kita derita. Mereka melihat kita sebagai bangsa-bangsa yang rendah. Mereka membebankan kemiskinan yang kita derita pada ketidakmampuan orang-orang Afrika, Asia, Karibia dan Amerika Latin—yakni, pada orang-orang berkulit hitam dan berkulit kuning, pada suku anak-dalam dan pada orang-orang campuran—untuk mencapai tingkat pembangunan yang tinggi, atau bahkan menyalahkan ketidakmampuan kita memerintah diri sendiri. Mereka berbicara tentang cacat-cacat kita seolah-olah bukan mereka sendiri yang menyuburkan gagasan-gagasan jahat—penjajahan dan penghisapan—dalam diri nenek moyang kita yang masih bersih.
Mereka juga seakan-akan acuh-tak-acuh, seakan-akan tak ingat, bahwa yang namanya Eropa dahulunya dipenuhi oleh (yang oleh kekaisaran Roma disebut sebagai) orang-orang barbar, padahal peradaban sudah berkembang di Cina, di India, di Timur Jauh, di Timur Tengah, di Afrika Utara dan di Afrika Tengah, mereka sudah mampu menciptakan apa yang sekarang disebut sebagai keajaiban dunia, dan mereka juga sudah mampu mengembangkan bahasa-bahasa tertulis, sebelum orang-orang Yunanti belajar membaca dan sastrawan Homer menulis The Iliad. Dalam lingkup kita, peradaban-peradaban Indian Maya dan pra-Inca sudah mampu mencapai pengetahuan yang sampai hari ini masih terus mengejutkan dunia.
Aku yakin benar bahwa tatanan ekonomi sekarang ini, yang dipaksakan oleh negeri negeri maju, tidak saja kejam, tidak adil, tidak manusiawi dan bertentangan dengan hukum keniscayaan sejarah, akan tetapi juga, secara inheren, rasis. Tatanan seperti itu mencerminkan konsepsi-konsepsi rasis sebagaimana layaknya diilhami oleh pembantaian dan kamp-kamp konsentrasi Nazi yang pernah terjadi di Eropa dan, saat ini, tercermin juga dari apa yang disebut sebagai kamp-kamp pengungsi Dunia Ketiga—yang, pada kenyataannya, sedang mengkonsentrasikan korban-korban kemiskinan, kelaparan dan kekerasan. Konsep rasis itu pula yang mengilhami sistim apartheid yang mengerikan di Afrika.
Pada pertemuan tingkat tinggi para kepala negara dan para kepala pemerintahan ini, refleksi kita ditujukan demi membangun kesatuan, akumulasian kekuatan, strategi, taktik dan alat-alat untuk mengkoordinasikan serta membimbing upaya-upaya kita guna bisa menjamin bahwa hak hak vital ekonomi kita diakui. Tetapi, pertemuan tingkat tinggi ini juga merefleksikan kewajiban kita untuk memperjuangkan harga diri kita, kebudayaan kita dan hak kita agar diperlakukan secara adil.
Dalam cara yang sama, dalam jarak waktu yang tak terlalu lama, kita telah berhasil mengalahkan kolonialisme dan mencapai status sebagai negeri-negeri merdeka dan, baru-baru ini, kita juga telah berhasil menghancurkan sistim fasis dan apartheid yang keji itu melalui perjuangan bersama Dunia Ketiga untuk mendukung para pejuang heroik Afrika Selatan. Dengan demikian, kita bisa menunjukkan pada siapa pun bahwa kita bukan lah bangsa yang rendah karena memiliki kapasitas juang, keberanian, bakat dan kebajikan.
Kita sedang memperjuangkan hak hak kita yang paling suci, hak-hak negeri-negeri miskin; selain itu, kita juga sedang berjuang untuk menyelamatkan Dunia Pertama yang tak mampu mempertahankan eksistensi spesies manusia, tak mampu memerintah dirinya sendiri di tengah-tengah kontradiksi-kontradiksi, kepentingan-untuk-menang sendiri, dan semakin langkanya cara kepemimpinan dunia yang, secara demokratik, dipimpin bersama-sama. Secara matematik, perjuangan kita itu hampir-hampir seperti: sedang menyelamatkan bumi.
Itu lah cara satu-satunya agar kapal yang kita tumpangi, yang aku sebut dalam pidato pembukaan pertemuan tingkat tingi ini, tidak karam, menenggelamkan kita semua, karena menabrak gunung es.
Itu lah cara satu-satunya agar kita bisa memandang ke depan, untuk hidup, bukan untuk mati.
Terima kasih banyak.

***


[1] Pidato Fidel Castro Ruz, Presiden Dewan Negara dan Dewan Menteri Republik Cuba, yang disampaikan pada Penutupan Konferensi Tingkat Tinggi Pemimpin-pemimpin Negara-negara Selatan yang tergabung dalam Kelompok 77, Havana, 12 April, 2000.
[2] Pemisahan rasial; secara spesifik: kebijakan pemisahan dan diskriminasi ekonomi-politik terhadap penduduk selain non-Eropa di Republik Afrika Selatan, Merriam Webster’s Collegiate Dictionary, 10th edition, Merriam-Webster, Incorporated, Springfield, Massachusetts, U.S.A.,1996, hal.53.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar