GANTI REZIM GANTI SISTEM BANGUN PARTAI KELAS PEKERJA BANGUN SOSIALISME

Sabtu, 04 September 2010

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2003 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 81 CONCERNING LABOUR INSPECTION IN INDUSTRY AND COMMERCE (KONVENSI ILO NO. 81 MENGENAI PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DALAM INDUSTRI DAN PERDAGANGAN)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 21 TAHUN 2003
TENTANG
PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 81 CONCERNING LABOUR INSPECTION
IN INDUSTRY AND COMMERCE (KONVENSI ILO NO. 81 MENGENAI
PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DALAM INDUSTRI
DAN PERDAGANGAN)
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa salah satu upaya untuk menciptakan hubungan industrial yang harmonis dan
berkeadilan serta untuk menjamin penegakan hukum dan perlindungan tenaga kerja,
dilakukan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan
ketenagakerjaan;
b. bahwa ketentuan Konvensi ILO No. 81 dapat lebih menjamin pelaksanaan pengawasan
ketenagakerjaan di Indonesia sesuai dengan standar internasional;
c. bahwa Konferensi Ketenagakerjaan Internasional ketiga puluh tanggal 11 Juli 1947 di
Jenewa, Swiss, telah menyetujui ILO Convention No. 81 Concerning Labour Inspection in
Industry and Commerce (Konvensi ILO No. 81 mengenai Pengawasan Ketenagakerjaan
Dalam Industri dan Perdagangan);
d. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut dalam huruf a, b, dan c dipandang perlu
mengesahkan ILO Convention No. 81 Concerning Labour Inspection in Industry and
Commerce (Konvensi ILO No. 81 mengenai Pengawasan Ketenagakerjaan Dalam Industri
dan Perdagangan) dengan Undang-undang;
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 11 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 20, dan Pasal 27 ayat (1) dan ayat (2)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 185, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4012);
Dengan persetujuan bersama antara
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 81 CONCERNING
LABOUR INSPECTION IN INDUSTRY AND COMMERCE (KONVENSI ILO NO. 81 MENGENAI
PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DALAM INDUSTRI DAN PERDAGANGAN).

Pasal 1
Mengesahkan ILO Convention No. 81 Concerning Labour Inspection in Industry and Commerce
(Konvensi ILO No. 81 mengenai Pengawasan Ketenagakerjaan Dalam Industri dan Perdagangan)
yang salinan naskah aslinya dalam bahasa Inggris dan bahasa Perancis, dan terjemahannya
dalam bahasa Indonesia sebagaimana terlampir merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Undang-undang ini.
Pasal 2
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
Pada tanggal 25 Juli 2003
Presiden Republik Indonesia,
ttd.
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 25 Juli 2003
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
BAMBANG KESOWO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2003 NOMOR 91
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 21 TAHUN 2003
TENTANG
PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 81 CONCERNING LABOUR INSPECTION
IN INDUSTRY AND COMMERCE (KONVENSI ILO NO. 81 MENGENAI
PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DALAM INDUSTRI
DAN PERDAGANGAN)
I. UMUM
Masalah ketenagakerjaan di masa datang akan terus berkembang semakin kompleks sehingga memerlukan
penanganan yang lebih serius. Pada masa perkembangan tersebut pergeseran nilai dan tata kehidupan akan
banyak terjadi. Pergeseran dimaksud tidak jarang melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Menghadapi pergeseran nilai dan tata kehidupan para pelaku industri dan perdagangan, pengawasan
ketenagakerjaan dituntut untuk mampu mengambil langkah-langkah antisipatif serta mampu menampung
segala perkembangan yang terjadi. Oleh karena itu penyempurnaan terhadap sistem pengawasan
ketenagakerjaaan harus terus dilakukan agar peraturan perundang-undangan dapat dilaksanakan secara

efektif oleh para pelaku industri dan perdagangan. Dengan demikian pengawasan ketenagakerjaan sebagai
suatu sistem mengemban misi dan fungsi agar peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan
dapat ditegakkan.
Penerapan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan juga dimaksudkan untuk menjaga
keseimbangan antara hak dan kewajiban bagi pengusaha dan pekerja/buruh sehingga kelangsungan usaha
dan ketenangan kerja dalam rangka meningkatkan produktivitas kerja dan kesejahteraan tenaga kerja dapat
terjamin.
Negara Kesatuan Republik Indonesia perlu meratifikasi ILO Convention No. 81 Concerning Labour Inspection
in Industry and Commerce (Konvensi ILO No. 81 mengenai Pengawasan Ketenagakerjaan Dalam Industri dan
Perdagangan) sehingga pengawasan ketenagakerjaan dapat dilaksanakan secara lebih efektif sesuai standar
ILO.
II. POKOK-POKOK PIKIRAN YANG MENDORONG LAHIRNYA KONVENSI
1. Konvensi ILO No. 81 Tahun 1947 mengenai Pengawasan Ketenagakerjaan dalam Industri dan
Perdagangan meminta semua negara anggota ILO untuk melaksanakan sistem pengawasan
ketenagakerjaan di tempat kerja.
2. Agar sistem pengawasan ketenagakerjaan dalam Industri dan perdagangan mempunyai pengaturan yang
sesuai dengan standar internasional sehingga dirasa perlu untuk mengesahkan Konvensi ILO No. 81.
III. ALASAN INDONESIA MENGESAHKAN KONVENSI
1. Pengawasan ketenagakerjaan merupakan suatu sistem yang sangat penting dalam penegakan atau
penerapan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan. Penegakan atau penerapan peraturan
perundang-undangan merupakan upaya untuk menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban bagi
pengusaha dan pekerja/buruh. Keseimbangan tersebut diperlukan untuk menjaga kelangsungan usaha
dan ketenangan kerja yang pada akhirnya akan meningkatkan produktivitas kerja dan kesejahteraan
tenaga kerja.
2. Agar peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan dapat dilaksanakan dengan baik, maka
diperlukan pengawasan ketenagakerjaan yang independen dan kebijakan yang sentralistik.
3. Selama ini pengawasan ketenagakerjaan diatur dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang
Pernyataan Berlakunya Undang-undang Pengawasan Perburuhan Tahun 1948 Nomor 23 dari Republik
Indonesia untuk seluruh Indonesia dan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan
Kerja. Kedua Undang-undang tersebut secara eksplisit belum mengatur mengenai kemandirian profesi
Pengawas Ketenagakerjaan serta supervisi tingkat pusat sebagaimana dinyatakan dalam ketentuan
Pasal 4 dan Pasal 6 Konvensi ILO Nomor 81. Dengan meratifikasi Konvensi ILO No. 81 memperkuat
pengaturan pengawasan ketenagakerjaan yang diamanatkan oleh Undang-undang Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan.
4. Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai bagian dari masyarakat dunia dan sebagai anggota ILO
mempunyai kewajiban moral untuk melaksanakan ketentuan yang bersifat internasional termasuk
standar ketenagakerjaan internasional.
IV. POKOK-POKOK KONVENSI
1. Negara anggota ILO yang memberlakukan Konvensi ini harus melaksanakan sistem pengawasan
ketenagakerjaan di tempat kerja.
2. Sistem pengawasan ketenagakerjaan di tempat kerja harus diterapkan di seluruh tempat kerja

berdasarkan perundang-undangan, yang pengawasannya dilakukan oleh pengawas ketenagakerjaan.
3. Fungsi sistem pengawasan ketenagakerjaan harus :
a. menjamin penegakan hukum mengenai kondisi kerja dan perlindungan tenaga kerja dan peraturan
yang menyangkut waktu kerja, pengupahan, keselamatan, kesehatan serta kesejahteraan, tenaga
kerja anak serta orang muda dan masalah-masalah lain yang terkait.
b. memberikan informasi tentang masalah-masalah teknis kepada pengusaha dan pekerja/buruh
mengenai cara yang paling efektif untuk mentaati peraturan perundang-undangan.
c. memberitahukan kepada pemerintah mengenai terjadinya penyimpangan atau penyalahgunaan
yang secara khusus tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4. Pengawasan ketenagakerjaan harus berada di bawah supervisi dan kontrol pemerintah pusat.
5. Pemerintah Pusat harus menetapkan peraturan-peraturan untuk meningkatkan :
a. kerjasama yang efektif antara unit pengawasan dengan instansi pemerintah lainnya dan swasta
yang menangani kegiatan serupa.
b. kerjasama antara Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan dengan pengusaha dan pekerja/buruh atau
organisasi pengusaha dan organisasi pekerja/buruh.
6. Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan terdiri atas Pegawai Negeri Sipil yang status hubungan kerja dan
syarat tugasnya diatur sedemikian rupa sehingga menjamin pelaksanaan tugas pengawasan
ketenagakerjaan yang independen.
7. Sesuai dengan syarat-syarat untuk menjadi Pegawai Negeri Sipil yang ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan nasional, maka pengawas ketenagakerjaan harus :
a. direkrut dengan memperhatikan syarat-syarat jabatan.
b. memperoleh pelatihan agar dapat menjalankan tugas sebagaimana mestinya.
8. Persyaratan rekruitmen dan pelatihan harus ditetapkan oleh pemerintah.
9. Jumlah dan spesialisasi Pengawas Ketenagakerjaan harus mencukupi untuk menjamin pelaksanaan
tugas-tugas pengawasan yang efektif.
10. Pejabat yang berwenang mempunyai kewajiban :
a. menetapkan pengaturan-pengaturan yang diperlukan agar Pengawas Ketenagakerjaan dapat
diberikan kantor lokal, perlengkapan dan fasilitas transportasi yang memadai sesuai dengan
persyaratan tugas pekerjaan.
b. membuat pengaturan-pengaturan yang diperlukan untuk mengganti biaya perjalanan Pengawas
Ketenagakerjaan dalam pelaksanaan tugas-tugas mereka.
11. Pengawas Ketenagakerjaan atau kantor pengawasan lokal harus memberikan laporan secara periodik
kepada kantor pengawasan pusat mengenai hasil kegiatan pengawasan.
12. Negara anggota ILO yang mengesahkan Konvensi ini wajib memberikan laporan terhadap pelaksanaan
Konvensi tersebut.
V. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Apabila terjadi perbedaan penafsiran antara terjemahan Konvensi dalam bahasa Indonesia dengan
salinan naskah aslinya, maka yang berlaku adalah salinan naskah asli Konvensi dalam bahasa Inggris.
Pasal 2
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4309

Tidak ada komentar:

Posting Komentar