GANTI REZIM GANTI SISTEM BANGUN PARTAI KELAS PEKERJA BANGUN SOSIALISME

Sabtu, 28 Agustus 2010

LKS Bipartit dan LKS Tripartit

No. No dan Tahun Substansi Pengaturan atau Pasal
Konvensi ILO No. 98 Berlakunya Dasar-dasar dari Hak untuk Berorganisasi dan untuk Berunding bersama
Konvensi ILO No 144 Konsultasi tripartit untuk meningkatkan pelaksanaan standar-standar ketenagakerjaan internasional (keputusan presiden Republik indonesia no. 26 tahun 1990 Lembaran Negara No. 30 tahun 1990)
UU No. 13 Tahun 2003 Ketenagakerjaan Pasal 106 ; Pasal 107 ; Pasal 190
PP No. 8 Tahun 2005 Tata kerja dan susunan organisasi Lembaga kerja sama tripartit
Kepmenankertrans
255 Tahun 2003 Tata Cara Pembentukan Dan Susunan Keanggotaan Lembaga Kerjasama Bipartit



KONVENSI ILO No. 98
Berlakunya Dasar-dasar dari Hak untuk Berorganisasi
dan untuk Berunding bersama
Pasal 1 1. Buruh Harus dapat perlindungan terhadap tindakan-tindakan pembedaan anti serikat buruh berhubung dengan pekerjaannya.
2. Perlindungan demikian harus digunakan terutama terhadap tindakan-tindakan yang bermaksud :
a. Mensyaratkan kepada buruh, bahwa ia tidak akan masuk suatu serikat buruh atau harus melepaskan keanggotaannya ;
b. Menyebabkan Pemberhentian, atau secara lain merugikan buruh berdasarkan keanggotaan serikat buruh atau karena turut serta dalam tindakan-tindakan serikat buruh diluar jam-jam kerja atau dengan persertujuan majikan dalam waktu jam kerja.
Pasal 2 1. Serikat Buruh dan perserikatan pengusaha harus cukup mendapatkan perlindungan terhadap tiap-tiap campur tangan oleh masing-masing pihak atau wakil atau anggota mereka dalam mendirikan organisasi mereka, cara bekerja atau cara mengurusnya.
2. Khusus tindakan-tindakan yang bermaksud memajukan berdirinya organsasi buruh dibawah pengaruh majikan atau organisasi majikan menyokong organisasi buruh dengan uang atau dengan cara lain dengan maksud menempatkan organisasi demikian dibawah pengawasan majikan atau organisasi majikan, harus dianggap termasuk tindakan campur tangan termaksud dalam pasal ini.
Pasal 3 Mekanisme yang sesuai dengan keadaan nasional harus didirikan, jika perlu, untuk menjamin, penghargaan hak berorganisasi seperti ditetapkan dalam pasal-pasal tersebut diatas.
Pasal 4 Tindakan sesuai dengan keadaan nasional harus diambil dimana perlu untuk mendorong dan memajukan sepenuhnya dan penggunaan mekanisme perundingan sukarela antar organisasi pengusaha dan organisasi buruh dengan maksud mengatur syarat-syarat dan keadaan kerja dengan perjanjian perburuhan.



Konvensi ILO No. 144
Penghapusan Kerja Paksa
PASAL ISI PASAL
Pasal 1
Dalam Konvensi ini istilah “organisasi-organisasi perwakilan” berarti organisasi-organisasi yang paling mewakili pengusaha dan pekerja (organisasi-organisasi pengusaha dan pekerja yang paling representatif), yang menikmati hak kebebasan berserikat.
Pasal 2 1. Setiap Anggota Organisasi Ketenagakerjaan Internasional yang meratifikasi Konvensi ini berkewajiban menjalankan prosedur-prosedur untuk memastikan konsultasi-konsultasi yang efektif sehubungan dengan hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan Organisasi Ketenagakerjaan Internasional yang dijabarkan dalam Pasal 5 ayat 1, di bawah, antara wakil-wakil pemerintah, pengusaha, dan pekerja.
2. Sifat dan bentuk prosedur-prosedur yang digariskan dalam ayat 1 pasal ini wajib ditetapkan di negara masing-masing sesuai dengan praktek ketenagakerjaan nasional yang telah menjadi kebiasaan di negara tersebut, setelah dikonsultasikan dengan organisasi-organisasi perwakilan yang ada dan apabila prosedur-prosedur yang digariskan tersebut belum disusun.

Pasal 3 1. Wakil-wakil pengusaha dan pekerja, demi prosedur-prosedur yang ditetapkan dalam Konvensi ini, wajib dipilih secara bebas oleh organisasi-organisai perwakilan yang ada.
2. Pengusaha dan pekerja harus terwakili secara berimbang dalam badan-badan tempat konsultasi dilakukan.
Pasal 4 1. Pihak berwenang bertanggung jawab memberikan dukungan administratif terhadap prosedur-prosedur yang ditetapkan dalam Konvensi ini.
2. Untuk membiayai pelatihan-pelatihan yang diberikan kepada mereka yang bertugas menjalankan prosedur-prosedur yang ditetapkan dalam Konvensi ini, dibuat pengaturan-pengaturan antara pemerintah dan organisasi-organisasi perwakilan yang ada.
Pasal 5 1. Maksud dari prosedur-prosedur yang ditetapkan dalam Konvensi ini haruslah berupa konsultasi-konsultasi mengenai:
(a) tanggapan pemerintah terhadap angket mengenai butir-butir agenda Konferensi Ketenagakerjaan Internasional dan komentar pemerintah mengenai naskah yang diusulkan untuk dibahas oleh Konferensi;
(b) usulan-usulan yang akan diajukan kepada instansi pemerintah yang berwenang atau instansi-instansi pemerintah yang berwenang sehubungan dengan Konvensi-konvensi dan Rekomendasi-rekomendasi yang diajukan kepada pemerintah sesuai dengan pasal 19 Konstitusi Organisasi Ketenagakerjaan Internasional;
(c) pemeriksaan kembali Konvensi-konvensi dan rekomendasi-rekomendasi yang belum diratifikasi dan belum dijalankan, setiap jangka waktu tertentu sebagaimana sewajarnya, guna mempertimbangkan langkah-langkah yang dapat diambil untuk mengupayakan pelaksanaan dan ratifikasi Konvensi-konvensi dan rekomendasi-rekomendasi tersebut sebagaimana seharusnya;
(d) pertanyaan-pertanyaan yang timbul dari laporan-laporan yang akan diberikan kepada Kantor Ketenagakerjaan Internasional menurut pasal 22 Konstitusi Organisasi Ketenagakerjaan Internasional;
(e) usulan-usulan untuk secara resmi membatalkan Konvensi-konvensi yang telah diratifikasi.
2. Guna memastikan bahwa hal-hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini mendapatkan pertimbangan yang memadai, konsultasi hendaknya dilakukan menurut jangka waktu yang ditetapkan oleh perjanjian, sekurang-kurangnya sekali setahun.
Pasal 6 Bilamana dianggap perlu, setelah berkonsultasi dengan organisasi-organisasi perwakilan yang ada, pihak berwenang wajib mengeluarkan laporan tahunan mengenai cara kerja prosedur-prosedur yang ditetapkan dalam Konvensi ini.



UU No. 13 Tahun 2003
Ketenagakerjaan
Pasal 106 (1) Setiap perusahaan yang mempekerjakan 50 (lima puluh) orang pekerja/ buruh atau lebih wajib membentuk lembaga kerja sama bipartit.
(2) Lembaga kerja sama bipartit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berfungsi sebagai forum komunikasi, dan konsultasi mengenai hal ketenagakerjaan di perusahaan.
(3) Susunan keanggotaan lembaga kerja sama bipartit sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) terdiri dari unsur pengusaha dan unsur pekerja/buruh yang ditunjuk oleh pekerja/buruh secara demokratis untuk mewakili kepentingan pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan.
(4) Ketentuan mengenai tata cara pembentukan dan susunan keanggotaan lembaga kerja sama bipartit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (3) diatur dengan Keputusan Menteri.
Sanksi Pasal 106
Pasal 190
(1) Menteri atau pejabat yang ditunjuk mengenakan sanksi administratif atas pelanggaran ketentuan-ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 5, Pasal 6, Pasal 15, Pasal 25, Pasal 38 ayat (2), Pasal 45 ayat (1), Pasal 47 ayat (1), Pasal 48, Pasal 87, Pasal 106, Pasal 126 ayat (3), dan Pasal 160 ayat (1) dan ayat (2) undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berupa:
a. teguran;
b. peringatan tertulis;
c. pembatasan kegiatan usaha;
d. pembekuan kegiatan usaha;
e. pembatalan persetujuan;
f. pembatalan pendaftaran;
g. penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi;
h. pencabutan ijin.
Paswal 107 (1) Lembaga kerja sama tripartit memberikan pertimbangan, saran, dan pendapat kepada pemerintah dan pihak terkait dalam penyusunan kebijakan dan pemecahan masalah ketenagakerjaan.
(2) Lembaga Kerja sama Tripartit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), terdiri dari:
a. Lembaga Kerja sama Tripartit Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/ Kota; dan
b. Lembaga Kerja sama Tripartit Sektoral Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota.
(3) Keanggotaan Lembaga Kerja sama Tripartit terdiri dari unsur pemerintah, organisasi pengusaha, dan serikat pekerja/serikat buruh.
(4) Tata kerja dan susunan organisasi Lembaga Kerja sama Tripartit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah


PP No. 8 Tahun 2005
Tata kerja dan susunan organisasi Lembaga kerja sama tripartit
Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
1. Lembaga Kerja Sama Tripartit yang selanjutnya disebut LKS Tripartit adalah forum komunikasi, konsultasi dan musyawarah tentang masalah ketenagakerjaan yang anggotanya terdiri dari unsur organisasi pengusaha, dan serikat pekerja/serikat buruh, dan Pemerintah.
2. Lembaga Kerja Sama Tripartit Sektoral yang selanjutnya disebut LKS Tripartit Sektoral adalah forum komunikasi, konsultasi dan musyawarah tentang masalah ketenagakerjaan sektor usaha tertentu yang anggotanya terdiri dari unsur organisasi pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh, dan Pemerintah.
Pasal 2 1. LKS Tripartit Nasional dibentuk oleh Presiden.
2. LKS Tripartit Nasional bertanggung jawab kepada Presiden.
Pasal 3 LKS Tripartit Nasional mempunyai tugas memberikan pertimbangan, saran, dan pendapat kepada Presiden dan pihak terkait dalam penyusunan kebijakan dan pemecahan masalah ketenagakerjaan secara nasional.
Pasal 4 Keanggotaan LKS Tripartit Nasional terdiri dari unsur Pemerintah, organisasi pengusaha, dan serikat pekerja/serikat buruh.
Pasal 5 Susunan keanggotaan LKS Tripartit Nasional terdiri dari :
1. Ketua merangkap anggota, dijabat oleh Menteri.
2. 3 (tiga) Wakil Ketua merangkap anggota, masing-masing dijabat oleh anggota yang mewakili unsur Pemerintah yang berasal dari instansi Pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan, organisasi pengusaha, dan serikat pekerja/serikat buruh.
3. Sekretaris merangkap anggota, dijabat oleh anggota yang mewakili unsur Pemerintah yang berasal dari instansi Pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan; dan
4. beberapa anggota sesuai dengan kebutuhan.
Pasal 6 Jumlah seluruh anggota dalam susunan keanggotaan LKS Tripartit Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, sebanyak-banyaknya 24 (dua puluh empat) orang yang penetapannya dilakukan dengan memperhatikan komposisi keterwakilan unsur Pemerintah, organisasi pengusaha, dan serikat pekerja/serikat buruh.
Pasal 7 Komposisi keterwakilan unsur Pemerintah, organisasi pengusaha, dan serikat pekerja/serikat buruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, dalam jumlah perbandingan ditetapkan 2 (dua) unsur Pemerintah berbanding 1 (satu) unsur organisasi pengusaha berbanding 1 (satu) unsur serikat pekerja/serikat buruh.
Pasal 8 1. Dalam melaksanakan tugasnya, LKS Tripartit Nasional dibantu oleh Sekretariat.
2. Sekretariat LKS Tripartit Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh Sekretaris LKS Tripartit Nasional.
3. Sekretariat LKS Tripartit Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan secara fungsional oleh salah satu unit kerja di lingkungan instansi Pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.
Pasal 9 1. Untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas, LKS Tripartit Nasional dapat membentuk Badan Pekerja.
2. Keanggotaan Badan Pekerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih dari anggota LKS Tripartit Nasional.
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan keanggotaan, tugas, dan tata kerja Badan Pekerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur oleh Ketua LKS Tripartit Nasional.
Pasal 10 Keanggotaan LKS Tripartit Nasional diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Menteri.
Pasal 11 Keanggotaan LKS Tripartit Nasional diangkat untuk 1 (satu) kali masa jabatan selama 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya selama 3 (tiga) tahun.
Pasal 12 Untuk dapat diangkat dalam keanggotaan LKS Tripartit Nasional, seorang calon anggota harus memenuhi persyaratan :
a. Warga Negara Indonesia.
b. sehat jasmani dan rohani.
c. berpendidikan serendah-rendahnya Sarjana Strata Satu (S1).
d. merupakan Pegawai Negeri Sipil di lingkungan instansi Pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dan/atau instansi Pemerintah terkait lain bagi calon anggota yang berasal dari unsur Pemerintah.
e. anggota atau pengurus organisasi pengusaha, bagi calon anggota yang berasal dari unsur organisasi pengusaha; dan
f. anggota atau pengurus serikat pekerja/serikat buruh, bagi calon anggota yang berasal dari unsur serikat pekerja/serikat buruh.
Pasal 13 1. Selain persyaratan yang harus dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, calon anggota yang berasal dari unsur organisasi pengusaha dan organisasi serikat pekerja/serikat buruh, harus diusulkan oleh Pimpinan organisasi pengusaha dan Pimpinan serikat pekerja/serikat buruh yang bersangkutan.
2. Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan/atau persyaratan serikat pekerja/serikat buruh untuk dapat mengusulkan wakilnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur oleh Menteri.
Pasal 14 Usulan calon anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, disampaikan kepada Menteri.
Pasal 15 Menteri menyampaikan usulan calon anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 yang disertai dengan keterangan dan kelengkapan persyaratan calon anggota kepada Presiden.
Pasal 16 (1) Selain karena berakhirnya masa jabatan, keanggotaan LKS Tripartit Nasional dapat berakhir apabila anggota yang bersangkutan :
a. tidak memenuhi persyaratan lagi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12.
b. meninggal dunia.
c. mengundurkan diri.
d. menderita sakit yang menyebabkan tidak dapat melaksanakan tugasnya.
e. melalaikan atau tidak melaksanakan tugasnya; dan
f. dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai keanggotaan LKS Tripartit Nasional yang berhenti sebelum berakhirnya masa jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Ketua LKS Tripartit Nasional.
Pasal 17 LKS Tripartit Nasional mengadakan sidang secara berkala sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan atau sewaktu-waktu sesuai dengan kebutuhan.
Pasal 18 Apabila dipandang perlu, LKS Tripartit Nasional dapat melakukan kerja sama dengan dan/atau mengikut sertakan pihak-pihak lain yang dipandang perlu dalam sidang LKS Tripartit Nasional.
Pasal 19 Pelaksanaan sidang LKS Tripartit Nasional dilakukan dengan mengutamakan musyawarah untuk mufakat.
Pasal 20 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kerja LKS Tripartit Nasional diatur oleh Ketua LKS Tripartit Nasional.
Pasal 21 Segala biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan tugas LKS Tripartit Nasional dibebankan kepada anggaran belanja instansi Pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.
Pasal 22 1. LKS Tripartit Propinsi dibentuk oleh Gubernur.
2. LKS Tripartit Propinsi bertanggung jawab kepada Gubernur
Pasal 23 LKS Tripartit Propinsi mempunyai tugas memberikan pertimbangan, saran, dan pendapat kepada Gubernur dan pihak terkait dalam penyusunan kebijakan dan pemecahan masalah ketenagakerjaan di wilayah Propinsi yang bersangkutan.
Pasal 24 Keanggotaan LKS Tripartit Propinsi terdiri dari unsur Pemerintah, organisasi pengusaha, dan serikat pekerja/serikat buruh.
Pasla 25 Susunan keanggotaan LKS Tripartit Propinsi terdiri dari :
1. Ketua merangkap anggota, dijabat oleh Gubernur.
2. 3 (tiga) Wakil Ketua merangkap anggota, masing-masing dijabat oleh anggota yang mewakili unsur Pemerintah yang berasal dari satuan organisasi perangkat daerah Propinsi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan, organisasi pengusaha, dan serikat pekerja/serikat buruh.
3. Sekretaris merangkap anggota, dijabat oleh anggota yang mewakili unsur Pemerintah yang berasal dari satuan organisasi perangkat daerah Propinsi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan; dan
4. beberapa orang anggota sesuai dengan kebutuhan.
Pasal 26 Jumlah seluruh anggota dalam susunan keanggotaan LKS Triparti Propinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, sebanyak-banyaknya 16 (enam belas) orang yang penetapannya dilakukan dengan memperhatikan komposisi keterwakilan unsur Pemerintah, organisasi pengusaha, dan serikat pekerja/serikat buruh.
Pasal 27 Komposisi keterwakilan unsur Pemerintah, organisasi pengusaha, dan serikat pekerja/serikat buruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, dalam jumlah perbandingan ditetapkan 2 (dua) unsur Pemerintah berbanding 1 (satu) unsur organisasi pengusaha berbanding 1 (satu) unsur serikat pekerja/serikat buruh.
Pasal 28 1. Dalam melaksanakan tugasnya, LKS Tripartit Propinsi dibantu oleh Sekretariat.
2. Sekretariat LKS Tripartit Propinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh Sekretaris LKS TRipartit Propinsi.
3. Sekretariat LKS Tripartit Propinsi sebagaimana, dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan secara fungsional oleh satuan organisasi perangkat daerah Propinsi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.
Pasal 29 1. Untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas, LKS Tripartit Propinsi dapat membentuk Badan Pekerja.
2. Keanggotaan Badan Pekerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih dari anggota LKS Tripartit Propinsi.
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan keanggotaan, tugas, dan tata kerja Badan Pekerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur oleh Ketua LKS Tripartit Propinsi.
Pasal 30 Keanggotaan LKS Tripartit Propinsi diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur.
Pasal 31 Keanggotaan LKS Tripartit Propinsi diangkat untuk 1 (satu) kali masa jabatan selama 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya selama 3 (tiga) tahun.
Pasal 32 Untuk dapat diangkat dalam keanggotaan LKS Tripartit Propinsi, seorang calon anggota harus memenuhi persyaratan :
a. Warga Negara Indonesia.
b. sehat jasmani dan rohani.
c. berpendidikan serendah-rendahnya Sarjana Strata Satu (S1)
d. merupakan Pegawai Negeri Sipil di lingkungan satuan organisasi perangkat daerah Propinsi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dan /atau satuan organisasi perangkat daerah Propinsi terkait lain bagi calon anggota yang berasal dari unsur Pemerintah.
e. merupakan anggota atau pengurus organisasi pengusaha, bagi calon anggota yang berasal dari unsur organisasi pengusaha; dan
f. merupakan anggota atau pengurus serikat pekerja/serikat buruh, bagi calon anggota yang berasal dari unsur serikat pekerja/serikat buruh.
Pasal 33 1. Selain persyaratan yang harus dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32, calon anggota yang berasal dari unsur organisasi pengusaha dan organisasi serikat pekerja/serikat buruh, harus diusulkan oleh Pimpinan organisasi pengusaha dan Pimpinan serikat pekerja/serikat buruh yang bersangkutan.
2. Ketentuan lebih lanjut mengenal kriteria dan/atau persyaratan serikat pekerja/serikat buruh untuk dapat mengusulkan wakilnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur oleh Menteri.
Pasal 34 (1) Selain karena berakhirnya masa jabatan, keanggotaan LKS Tripartit Propinsi dapat berakhir apabila anggota yang bersangkutan :
a. tidak memenuhi persyaratan lagi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32;
b. meninggal dunia;
c. mengundurkan diri;
d. menderita sakit yang menyebabkan tidak dapat melaksanakan tugasnya;
e. melalaikan atau tidak melaksanakan tugasnya;
f. dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai keanggotaan LKS Tripartit Propinsi yang berhenti sebelum berakhirnya masa jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Ketua LKS Tripartit Propinsi.
Pasal 35 LKS Tripartit Propinsi mengadakan sidang secara berkala sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan atau sewaktu-waktu sesuai dengan kebutuhan.
Pasal 36 Apabila dipandang perlu, LKS Tripartit Propinsi dapat melakukan kerja sama dengan dan/atau mengikut sertakan pihak-pihak lain yang dipandang perlu dalam sidang LKS Tripartit Propinsi.
Pasal 37 Pelaksanaan sidang LKS Tripartit Propinsi dilakukan dengan mengutamakan musyawarah untuk mufakat.
Pasal 38 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kerja LKS Tripartit Propinsi diatur oleh Ketua LKS Tripartit Propinsi.
Pasal 39 Segala biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan tugas LKS Tripartit Propinsi dibebankan kepada anggaran pendapatan dan belanja daerah Propinsi.
Pasal 40 1. LKS Tripartit Kabupaten/Kota dibentuk oleh Bupati/Walikota.
2. LKS Tripartit Kabupaten/Kota bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota.
Pasal 41 LKS Tripartit Kabupaten/Kota mempunyai tugas memberikan pertimbangan, saran, dan pendapat kepada Bupati/Walikota dan pihak terkait dalam penyusunan kebijakan dan pemecahan masalah ketenagakerjaan di wilayah Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
Pasal 42 Keanggotaan LKS Tripartit Kabupaten/Kota terdiri dari unsur pemerintah, organisasi pengusaha, dan serikat pekerja/serikat buruh
Pasal 43 Susunan keanggotaan LKS Tripartit Kabupaten/Kota terdiri dari :
1. Ketua merangkap anggota, dijabat oleh Bupati/Walikota;
2. 3 (tiga) Wakil Ketua merangkap anggota, masing-masing dijabat oleh anggota yang mewakili unsur pemerintah yang berasal dari satuan organisasi perangkat daerah Kabupten/Kota yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan, organisasi pengusaha, dan serikat pekerja/serikat buruh.
3. Sekretaris merangkap anggota, dijabat oleh anggota yang mewakili unsur pemerintah yang berasal dari satuan organisasi perangkat daerah Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan; dan
4. beberapa orang anggota sesuai dengan kebutuhan.
Pasal 44 Jumlah seluruh anggota dalam susunan keanggotaan LKS Tripartit Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43, sebanyak-banyaknya 8 (delapan) orang yang penetapannya dilakukan dengan memperhatikan komposisi keterwakilan unsur Pemerintah, organisasi pengusaha, dan serikat pekerja/serikat buruh.
Pasal 45 Komposisi keterwakilan unsur Pemerintah, organisasi pengusaha, dan serikat pekerja/serikat buruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44, dalam jumlah perbandingan ditetapkan 2 (dua) unsur Pemerintah berbanding 1 (satu) unsur organisasi pengusaha berbanding 1(satu) unsur serikat pekerja/serikat buruh.
Pasal 46 1. Dalam melaksanakan tugasnya, LKS Tripartit Kabupaten/Kota dibantu oleh Sekretariat.
2. Sekretariat LKS Tripartit Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh Sekretaris LKS Tripartit Kabupaten/Kota.
3. Sekretariat LKS Tripartit Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan secara fungsional oleh satuan organisasi perangkat daerah Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.
Pasal 47 1. Untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas, LKS Tripartit Kabupaten/Kota dapat membentuk Badan Pekerja.
2. Keanggotaan Badan Pekerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih dari anggota LKS Tripartit Kabupaten/Kota.
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan keanggotaan, tugas, dan tata kerja Badan Pekerja sebagaimana dimaksud pada ayat(1) dan ayat (2) diatur oleh Ketua LKS Tripartit Kabupaten/Kota.
Pasal 48 Keanggotaan LKS Tripartit Kabupaten/Kota diangkat dan diberhentikan oleh Bupati/Walikota.
Pasal 49 Keanggotaan LKS Tripartit Kabupaten/Kota diangkat untuk 1 (satu) kali masa jabatan selama 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya selama 3 (tiga) tahun.
Pasal 50 Untuk dapat diangkat dalam keanggotaan LKS Tripartit Kabupaten/Kota, seorang calon anggota harus memenuhi persyaratan :
a. Warga Negara Indonesia;
b. sehat jasmani dan rohani;
c. berpendidikan serendah-rendahnya Diploma (D3);
d. merupakan Pegawai Negeri Sipil di lingkungan satuan organisasi perangkat daerah Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dan/atau satuan organisasi perangkat daerah Kabupaten/Kota terkait lain bagi calon anggota yang berasal dari unsur Pemerintah;
e. merupakan anggota atau pengurus organisasi pengusaha, bagi calon anggota yang berasal dari unsur organisasi pengusaha;
f. merupakan anggota atau pengurus serikat pekerja/serikat buruh, bagi calon anggota yang berasal dari unsur serikat pekerja/serikat buruh.
Pasal 51 1. Selain persyaratan yang harus dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50, calon anggota yang berasal dari unsur pengusaha dan organisasi serikat pekerja/serikat buruh, harus diusulkan oleh Pimpinan organisasi pengusaha dan Pimpinan serikat pekerja/serikat buruh yang bersangkutan.
2. Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan/atau persyaratan serikat pekerja/serikat buruh untuk dapat mengusulkan wakilnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur oleh Menteri.
Pasal 52 (1) Selain karena berakhirnya masa jabatan, keanggotaan LKS Tripartit Kabupaten/Kota dapat berakhir apabila anggota yang bersangkutan :
a. tidak memenuhi persyaratan lagi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50;
b. meninggal dunia;
c. mengundurkan diri;
d. menderita sakit yang menyebabkan tidak dapat melaksanakan tugasnya;
e. melalaikan atau tidak melaksanakan tugasnya;
f. dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai keanggotaan LKS Tripartit Kabupaten/Kota yang berhenti sebelum berakhirnya masa jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Ketua LKS Tripartit Kabupaten/Kota.
Pasal 53 LKS Tripartit Kabupaten/Kota mengadakan sidang secara berkala sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan atau sewaktu-waktu sesuai dengan kebutuhan.
Pasal 54 Apabila dipandang perlu, LKS Tripartit Kabupaten/Kota dapat melakukan kerja sama dengan dan/atau mengikut sertakan pihak-pihak lain yang dipandang perlu dalam sidang LKS Tripartit Kabupaten/Kota
Pasal 55 Pelaksanaan sidang LKS Tripartit Kabupaten/Kota dilakukan dengan mengutamakan musyawarah untuk mufakat.
Pasal 56 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kerja LKS Tripartit Kabupaten/Kota diatur oleh Ketua LKS Tripartit Kabupaten/Kota
Pasal 57 Segala biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan tugas LKS Tripartit Kabupaten/Kota dibebankan kepada anggaran pendapatan dan belanja daerah Kabupaten/Kota.
Pasal 58 LKS Tripartit Nasional, LKS Tripartit Propinsi, dan LKS Tripartit Kabupaten/Kota dapat membentuk LKS Tripartit Sektoral Nasional, LKS Tripartit Sektoral Propinsi, dan LKS Tripartit Sektoral Kabuapten/Kota.
Pasal 59 Pembentukan LKS Tripartit Sektoral sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58, dilaksanakan oleh :
a. Menteri selaku Ketua LKS Tripartit Nasional untuk pembentukan LKS Tripartit Sektoral Nasional;
b. Gubernur selaku Ketua LKS Tripartit Propinsi untuk pembentukan LKS Tripartit Sektoral Propinsi; dan
c. Bupati/Walikota selaku Ketua LKS Tripartit Kabupaten/Kota untuk pembentukan LKS Tripartit Sektoral Kabupaten/Kota.
Pasal 60 1. LKS Tripartit Sektoral Nasional, LKS Tripartit Sektoral Propinsi, dan LKS Tripartit Sektoral Kabupaten/Kota mempunyai tugas memberikan pertimbangan, saran, dan pendapat kepada Pemerintah dan pihak terkait lainnya dalam penyusunan kebijakan dan pemecahan masalah ketenagakerjaan untuk sektor tertentu.
2. Pertimbangan, saran dan pendapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan melalui LKS Tripartit Nasional, LKS Tripartit Propinsi, dan LKS Tripartit Kabupaten/Kota.
Pasal 61 1. Susunan keanggotaan LKS Tripartit Sektoral Nasional, LKS Tripartit Sektoral Propinsi, dan LKS Tripartit Sektoral Kabupaten/Kota terdiri dari Ketua, Sekretaris, dan Anggota yang mewakili unsur Pemerintah, organisasi pengusaha, dan serikat pekerja/serikat buruh.
2. Jumlah anggota LKS Tripartit Sektoral Nasional, LKS Tripartit Sektoral Propinsi, dan LKS Tripartit Sektoral Kabupaten/Kota dalam susunan keanggotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :
a. sebanyak-banyaknya 12 (dua belas) orang anggota untuk LKS Tripartit Sektoral Nasional.
b. sebanyak-banyaknya 8 (delapan) orang anggota untuk LKS Tripartit Sektoral Propinsi; dan
c. sebanyak-banyaknya 8 (delapan) orang anggota untuk LKS Tripartit Sektoral Kabupaten/Kota.
Pasal 62 (1) Keanggotaan LKS Tripartit Sektoral Nasional, LKS Tripartit Sektoral Propinsi, dan LKS Tripartit Sektoral Kabupaten/Kota diangkat dan diberhentikan oleh :
a. Menteri selaku Ketua LKS Tripartit Nasional;
b. Gubernur selaku Ketua LKS Tripartit Propinsi; dan
c. Bupati/Walikota selaku Ketua LKS Tripartit Kabupaten/Kota.
(2) Pengangkatan dan pemberhentian keanggotaan LKS Tripartit Sektoral Nasional, LKS Tripartit Sektoral Propinsi, dan LKS Tripartit Sektoral Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan memperhatikan ketentuan mengenai komposisi keterwakilan, pengangkatan, pemberhentian, dan persyaratan keanggotaan LKS Tripartit Nasional, LKS Tripartit Propinsi, dan LKS Tripartit Kabupaten/Kota sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini serta memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 63 1. Ketentuan mengenai tata kerja LKS Tripartit Sektoral Nasional, LKS Tripartit Sektoral Propinsi, dan LKS Tripartit Sektoral Kabupaten/Kota dilaksanakan dengan memperhatikan ketentuan mengenai tata kerja LKS Tripartit Nasional, LKS Tripartit Propinsi, dan LKS Tripartit Kabupaten/Kota sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini serta memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Dalam melaksanakan tugasnya :
a. LKS Tripartit Sektoral Nasional berkoordinasi dengan LKS Tripartit Nasional.
b. LKS Tripartit Sektoral Propinsi berkoordinasi dengan LKS Tripartit Propinsi; dan
c. LKS Tripartit Sektoral Kabupaten/Kota berkoordinasi dengan LKS Tripartit Kabupaten/Kota.
Pasal 64 Ketentuan lebih lanjut bagi pelaksanaan pembentukan LKS Tripartit Sektoral Nasional, LKS Tripartit Sektoral Propinsi, dan LKS Tripartit Sektoral Kabupaten/Kota diatur oleh :
a. Menteri selaku Ketua LKS Tripartit Sektoral Nasional.
b. Gubernur selaku Ketua LKS Tripartit Sektoral Propinsi; dan
c. Bupati/Walikota selaku Ketua LKS Tripartit Sektoral Kabupaten/Kota.




Kepmenakertrans No. 255 Tahun 2003
Tata Cara Pembentukan Dan Susunan Keanggotaan
Lembaga Kerjasama Bipartit
Pasal 1 Dalam Keputusan Menteri ini yang dimaksud dengan :
1. Lembaga kerjasama bipartit yang selanjutnya disebut LKS Bipartit adalah forum komunikasi dan konsultasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hubungan industrial di satu perusahaan yang anggotanya terdiri dari pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh yang sudah tercatat di instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan atau unsur pekerja/buruh.
Pasal 2 Fungsi LKS Bipartit adalah :
a. sebagai forum komunikasi, konsultasi, dan musyawarah antara pengusaha dan wakil serikat pekerja/serikat buruh atau pekerja/buruh pada tingkat perusahaan;
b. sebagai forum untuk membahas masalah hubungan industrial di perusahaan guna meningkatkan produktivitas kerja dan kesejahteraan pekerja/buruh yang menjamin kelangsungan usaha dan menciptakan ketenangan kerja.
Pasal 3 Untuk melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 LKS Bipartit mempunyai tugas :
a. melakukan pertemuan secara periodik dan/atau sewaktu-waktu apabila diperlukan;
b. mengkomunikasikan kebijakan pengusaha dan aspirasi pekerja/buruh berkaitan dengan kesejahteraan pekerja/buruh dan kelangsungan usaha;
c. melakukan deteksi dini dan menampung permasalahan hubungan industrial di perusahaan;
d. menyampaikan saran dan pertimbangan kepada pengusaha dalam penetapan kebijakan perusahaan;
e. menyampaikan saran dan pendapat kepada pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh.
Pasal 4 (1) Setiap perusahaan yang mempekerjakan 50 (lima puluh) orang pekerja/buruh atau lebih wajib membentuk LKS Bipartit.
(2) LKS Bipartit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibentuk oleh unsur pengusaha dan unsur pekerja/buruh.
Pasal 5 1. Dalam hal di perusahaan terdapat 1 (satu) serikat pekerja/serikat buruh dan semua pekerja/buruh menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh tersebut, maka secara otomatis pengurus serikat pekerja/serikat buruh menunjuk wakilnya dalam LKS Bipartit.
2. Dalam hal di perusahaan belum terbentuk serikat pekerja/serikat buruh, maka yang mewakili pekerja/buruh dalam LKS Bipartit adalah pekerja/buruh yang dipilih secara demokratis.
3. Dalam hal di perusahaan terdapat lebih dari 1 (satu) serikat pekerja/serikat buruh dan seluruh pekerja/buruh menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh, maka yang mewakili pekerja/buruh dalam LKS Bipartit adalah wakil masing-masing serikat pekerja/serikat buruh yang perwakilannya ditentukan secara proporsional.
4. Dalam hal di perusahaan terdapat 1 (satu) serikat pekerja/serikat buruh dan ada pekerja/buruh yang tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh, maka serikat pekerja/serikat buruh tersebut menunjuk wakilnya dalam LKS Bipartit dan pekerja/buruh yang tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh menunjuk wakilnya yang dipilih secara demokratis.
5. Dalam hal di perusahaan terdapat lebih dari 1 (satu) serikat pekerja/serikat buruh dan ada pekerja/buruh yang tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh, maka masing-masing serikat pekerja/serikat buruh, menunjuk wakilnya dalam LKS Bipartit secara proporsional dan pekerja/buruh yang tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh menunjuk wakilnya yang dipilih secara demokratis.
Pasal 6 Pengusaha dan wakil serikat pekerja/serikat buruh atau wakil pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 melaksanakan pertemuan untuk :
a. membentuk LKS Bipartit;
b. menetapkan anggota LKS Bipartit.
Pasal 7 a. pengusaha dan wakil serikat pekerja/serikat buruh dan/atau wakil pekerja/buruh mengadakan musyawarah untuk membentuk, menunjuk, dan menetapkan anggota LKS Bipartit di perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6;
b. anggota lembaga sebagaimana dimaksud dalam huruf a menyepakati dan menetapkan susunan pengurus LKS Bipartit;
c. pembentukan dan susunan pengurus LKS Bipartit dituangkan dalam berita acara yang ditandatangani oleh pengusaha dan wakil serikat pekerja/serikat buruh atau wakil pekerja/buruh di perusahaan.
Pasal 8 (1) LKS Bipartit yang sudah terbentuk harus dicatatkan kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja setelah pembentukan.
(2) Untuk dapat dicatat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pengurus LKS Bipartit menyampaikan pemberitahuan tertulis baik langsung maupun tidak langsung dengan dilampiri berita acara pembentukan, susunan pengurus, dan alamat perusahaan.
(3) Selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah menerima pemberitahuan, instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan memberikan nomor bukti pencatatan.
Pasal 9 Keanggotaan LKS Bipartit ditetapkan dari unsur pengusaha dan unsur pekerja/buruh dengan komposisi perbandingan 1 : 1 yang jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan dengan ketentuan paling sedikit 6 (enam) orang dan paling banyak 20 (dua puluh) orang.
Pasal 10 (1) Susunan pengurus LKS Bipartit sekurang-kurangnya terdiri dari seorang ketua, seorang sekretaris dan anggota.
(2) Jabatan ketua LKS Bipartit dapat dijabat secara bergantian antara wakil pengusaha dan wakil pekerja/buruh.
Pasal 11 (1) Masa kerja keanggotaan LKS Bipartit 2 (dua) tahun.
(2) Pergantian keanggotaan LKS Bipartit sebelum berakhirnya masa jabatan dapat dilakukan atas usul dari unsur yang diwakilinya.
(3) Pergantian keanggotaan LKS Bipartit diberitahukan kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan Kabupaten/Kota.
Pasal 12 Masa jabatan keanggotaan LKS Bipartit berakhir apabila:
a. meninggal dunia;
b. mutasi atau keluar dari perusahaan;
d. mengundurkan diri sebagai anggota lembaga;
e. diganti atas usul dari unsur yang diwakilinya;
d. sebab-sebab lain yang menghalangi tugas-tugas dalam keanggotaan lembaga
Pasal 13 (1) LKS Bipartit mengadakan pertemuan sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam sebulan atau setiap kali dipandang perlu.
(2) Materi pertemuan dapat berasal dari unsur pengusaha, unsur pekerja/buruh atau dari pengurus LKS Bipartit.
(3) LKS Bipartit menetapkan dan membahas agenda pertemuan sesuai kebutuhan.
(4) Hubungan kerja LKS Bipartit dengan lembaga lainnya di perusahaan bersifat koordinatif, konsultatif, dan komunikatif.
Pasal 14 (1) Instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan Kabupaten/Kota bersama dengan organisasi pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh mengadakan pembinaan terhadap LKS Bipartit.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi:
a. sosialisasi kepada pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh atau pekerja/buruh dalam rangka pembentukan LKS Bipartit;
b. memberikan bimbingan dalam rangka pembentukan dan pengembangan LKS Bipartit.
Pasal 15 Segala biaya yang diperlukan untuk pembentukan dan pelaksanaan kegiatan LKS Bipartit dibebankan kepada pengusaha.
Pasal 17 Kegiatan LKS Bipartit secara berkala setiap 6 (enam) bulan dilaporkan kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan Kabupaten/Kota.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar