GANTI REZIM GANTI SISTEM BANGUN PARTAI KELAS PEKERJA BANGUN SOSIALISME

Sabtu, 11 Desember 2010

Pernyataan Sikap Peringatan Hari HAM Internasional Komite Nasional Perempuan Mahardhika


 Komite Nasional

Perempuan Mahardhika

Sekretarian: Jalan Tebet Timur Dalam III J No 1 B Jakarta Selatan
Tel/Fax: 02183790348, email: mahardhika.kita@gmail.com


Pernyataan Sikap
Peringatan Hari HAM Internasional
Pemerintahan SBY-Budiono, Elit Politik dan Partai-Partai Politik  Anti Demokrasi !
Ayo Bangun Persatuan Gerakan Rakyat dan Perempuan untuk Melawan Represi Negara!

Kami mengutuk keras tindakan polisi yang melakukan penembakan terhadap 12 mahasiswa yang melakukan demonstrasi anti korupsi di Makassar pada tanggal 9 Desember 2010. Penembakan tersebut menambah sederetan tindakan anti demokrasi yang dilakukan oleh aparat kepolisian, tentara ataupun milisi sipil reaksioner dalam pemerintahan SBY –Budiono terhadap gerakan dan rakyat Indonesia.
Kasus-Kasus Pelanggaran HAM Berat Di Masa Lalu: Jangan Dilupakan
Naiknya Soeharto ke tampuk pemerintahan pada tahun 1965 mengorbankan kurang lebih 2-3 juta rakyat Indonesia yang dibunuh dan ribuan lainnya diculik, disiksa, diperkosa, dilecehkan dan dipenjarakan tanpa pengadilan –laki-laki dan perempuan—terhadap anggota atau mereka yang diduga sebagai anggota Partai Komunis Indonesia.
Tiga puluh dua tahun kedikdaktoran Soeharto, sederatan pelanggaran HAM terus terjadi yang didukung penuh oleh Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) -sekarang TNI- dan juga partai terbesar saat itu Golongan Karya (Golkar). Sejumlah peraturan dibuat untuk membatasi aktivitas politik dan organisasi rakyat, seperti 5 Paket Undang-Undang Politik, peleburan partai-partai sehingga hanya menjadi tiga partai saja yang diakui oleh pemerintah ( Golkar, PDI dan PPP), pemberlakuan NKK/BKK yang memberangus gerakan mahasiswa dikampus, pemberlakuan Dwi Fungsi ABRI yang menyebabkan banyak rakyat yang mati dibunuh, diculik dan dipenjarakan karena mencoba melakukan perlawanan-perlawanan terhadap rezim Soeharto. Tentu kita masih ingan terbunuhnya Marsinah, wartawan Udin, pemberedelan koran dan atau majalah yang terkait dengan pemberitaan yang bersebarang dengan pemerintah.
Pada tahun 1976 ABRI melakukan invasi ke Timor-Timur –sekarang Timor Leste dan sudah merdeka—yang menyebabkan ribuan nyawa rakyat Timor Leste hilang, data yang tercatat dalam Amnesty Internasional kurang lebih 60.000 orang meninggal ditahun-tahun invasi dan terus bertambah dari tahun ke tahun hingga mencapai angka 200.000

Pemberlakukan DOM di Aceh pada tahun 1989 hingga tahun 1998 juga berdampak sama, ribuah rakyat Aceh menderita. Tercatat dari data yang dikeluarkan oleh Komnas HAM 20.000 anak kehilangan orang tua dan 3000 perempuan kehilangan suami. Sepanjang tahun 1991-1998 tercatat oleh LBH Aceh terdapat 40 perempuan menjadi korban kekerasan dengan rincian 11 orang diperkosa, 26 orang dilecehkan secara seksual dan disiksa, sisanya meninggal. Hingga Juli 1998 masih terdapar 2.168 kasus pelanggaran HAM yang belum terungkat diantaranya 179 kasus penganiyaan, 296 orang tewas, 594 orang hilang. (Sumber: Tempo Interkaktif)

Menyusul kasus Talang Sari Lampung tahun 1989, kasus Tanjung Periuk (1984), kasus Kedung Ombo, kasus Penembakan mahasiswa Trisakti, Semanggi I dan II, penculikan aktivis dan yang hingga kini belum kembali Bima Petrus Anugerah, Herman Hendrawan, Suyat dan Wiji Thukul.
32 tahun Soeharto berkuasa kaum perempuan dirumahkan, dijadikan ibu dan pendamping suami saja. Ideologi ibuisme Soeharto telah melanggar hak-hak perempuan untuk berpolitik dan berorganisasi.
Kaum Reformis, Elit Politik, Partai Politik Tidak Ada Yang Konsisten Menjalan Agenda Reformasi. Mereka Semua Penipu Rakyat dan Perempuan!
Salah satu agenda reformasi adalah menyelesaikan semua kasus-kasus pelanggaran HAM berat yang dilakukan oleh Soeharto, tentara dan kroni-kroninya. Tetapi sampai dengan hari ini, sudah melewati tiga pemerintahan reformis Gus Dur, Megawati, SBY, TIDAK ADA satupun kasus-kasus pelanggaran HAM berat yang mau diselesaikan secara hukum. TIDAK ADA satupun jenderal-jendral yang tangannya berlumuran darah sanggup diseret ke meja hijau untuk di adili, hingga Soeharto meninggal dalam ‘damai’.
Tokoh-tokoh reformis Amin Rais, Megawati, Sultan, Gus Dur bersama dengan partai-partainya tidak punya keberanian untuk konsisten menjalankan agenda-agenda reformasi. Bahkan di era Megawati, DOM di Aceh kembali diberlakukan, terjadi penangkapan dan pemenjaraan aktivis.
Hampir dua periode pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, jumlah kasus-kasus pelanggarah HAM terus bertambah. Lihat saja kasus penembakan  TNI AL terhadap warga Alas Tlogo yang menyebabkan 5 orang meninggal dan 6 orang luka berat, kasus penembakan petani kopi asal Colol, Manggarai yang menyebabkan 6 orang tewas yang melibatkan empat perwira polisi. Kasus penembakan petani kelapa sawit di Riau yang juga dilakukan oleh aparatus kepolisian yang menyebabkan 1 orang meninggal dunia.
Disamping itu berbagai tindakan anti demokrasi yang dilakukan oleh milisi sipil reaksioner seperti FPI yang melakukan penyerangan terhadap warga Ahmadyah, kelompok-kelompok LGBTI, jemaat HKBP dan gereja lainnya semakin dibiarkan oleh negara. Berbagai produk undang-undang/perda digelontorkan untuk semakin mengekang ruang demokrasi rakyat dan perempuan.
Terhadap situasi ini, Perempuan Mahardhika menyatakan bahwa Pemerintahan SBY-Budiono, Elit Politik, Partai Politik telag GAGAL menegakkan demokrasi dan memberikan keadilan bagi rakyat.
Kami meyerukan kepada semua organisasi perempuan, buruh, mahasiswa, petani, kaum miskin kota untuk melakukan perlawanan dan menggalang persatuan demi terwujudnya pemerintahan persatuan rakyat menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi.
Ayo bersatu tuntut:
  1. Adili dan penjarakan jendral-jendral pelanggar HAM dimasa lalu dan sekarang.
  2. Hentikan kekerasan terhadap masyarakat sipil.
  3. Cabut semua undang-undang yang mendiskriminasi kaum perempuan dan LGBTI.
  4. Jaminan untuk kebebasan berorganisasi, berpendapat, berkeyakinan, berideologi dan berekspresi.
  5. Bubarkan Komando Teritorial TNI

Wujudkan Jalan Keluar Penindasan Rayat dan Perempuan Indonesia:
1.      Industrialisasi Nasional oleh dan untuk Rakyat
2.      Pemusatan Pembiayaan dalam Negeri untuk industri nasional dan kebutuhan darurat rakyat & kaum perempuan
(tolak bayar utang hingga rakyat sejahtera; nasionalisasi industri dan perbankan vital di bawah kontrol rakyat; sita harta koruptor dari Soeharto hingga saat ini; pajak bagi transaksi spekulasi, dll)
3.      Membangun organisasi dan Pergerakan Perempuan untuk Kekuasaan Rakyat yang setara Jender
4.      Membangun Kebudayaan Baru yang Demokratis, Maju, Produktif, Modern dan Feminis




Perempuan Keluar Rumah!
Lawan Kapitalisme, Berjuangan untuk Kesejahteraan, Kesetaraan dan Demokrasi!

Jakarta, 10 Desember 2010


Dian Novita
Sekretaris Nasional

1 komentar: